Tentara Nasional Indonesia atau biasa disingkat
TNI adalah nama sebuah
angkatan perang dari negara
Indonesia. Pada awal dibentuk bernama
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kemudian berganti nama menjadi
Tentara Republik Indonesia (TRI) dan kemudian diubah lagi namanya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga saat ini.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu
TNI Angkatan Darat,
TNI Angkatan Laut, dan
TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang
Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini adalah
Marsekal TNI
Hadi Tjahjanto.
Pada masa
Demokrasi Terpimpin hingga masa
Orde Baru, TNI pernah digabungkan dengan
POLRI. Penggabungan ini disebut dengan
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Sesuai Ketetapan
MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan
POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal
30 September 2004 telah disahkan Rancangan Undang-Undang TNI oleh
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya ditandatangani oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal
19 Oktober 2004.
Sejarah
Sebelum
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, otoritas militer di
Hindia Belanda diselenggarakan oleh (
KNIL).
Meskipun KNIL tidak langsung bertanggung jawab atas pembentukan
angkatan bersenjata Indonesia pada masa depan, (sebaliknya berperan
sebagai musuh selama
Revolusi Nasional Indonesia 1945-1949),
KNIL juga telah memberikan andil berupa pelatihan militer dan
infrastruktur untuk beberapa perwira TNI pada masa depan. Ada
pusat-pusat pelatihan militer, sekolah militer dan akademi militer di
Hindia Belanda. Di samping merekrut relawan
Belanda dan
tentara bayaran Eropa, KNIL juga merekrut orang-orang
pribumi Indonesia.
Pada tahun 1940 saat Belanda di bawah pendudukan
Jerman, dan
Jepang mulai mengancam akses pasokan
minyak bumi ke Hindia Belanda, Belanda akhirnya membuka kesempatan penduduk pribumi di
Pulau Jawa untuk masuk sebagai anggota KNIL.
Selama
Perang Dunia Kedua
dan pendudukan Jepang di Indonesia perjuangan rakyat Indonesia untuk
memperoleh kemerdekaan mulai memuncak. Untuk mendapatkan dukungan dari
rakyat Indonesia dalam perang melawan
pasukan sekutu,
Jepang mulai mendorong dan mendukung gerakan nasionalis Indonesia
dengan menyediakan pelatihan militer dan senjata bagi pemuda Indonesia.
Pada tanggal 3 Oktober 1943, militer Jepang membentuk tentara relawan
Indonesia yang disebut PETA (
Pembela Tanah Air). Jepang membentuk PETA dengan maksud untuk membantu pasukan mereka menentang kemungkinan invasi oleh Sekutu ke wilayah
Asia tenggara.
Pelatihan militer Jepang untuk pemuda Indonesia awalnya dimaksudkan untuk menggalang dukungan lokal bagi
Kekaisaran Jepang,
tetapi kemudian menjadi sumber daya yang sangat berarti untuk Republik
Indonesia selama Perang Kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949 dan juga
berperan dalam pembentukan
Tentara Keamanan Rakyat pada tahun 1945.
Pembentukan
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara.
Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang
PPKI tanggal
22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh
Presiden pada tanggal
23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang
Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden
sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di
bawah koordinasi
Menteri Pertahanan.
BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak
menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai
peperangan menghadapi
Sekutu.
Akhirnya, melalui Maklumat Pemerintah tanggal
5 Oktober 1945,
BKR diubah menjadi
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal
7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada
26 Januari 1946, diubah lagi menjadi
Tentara Republik Indonesia (TRI).
Sejak 1959, tanggal 5 Oktober ditetapkan sebagai
Hari Angkatan Perang, yang saat ini disebut sebagai
Hari Tentara Nasional Indonesia, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia
melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk
memperingati peristiwa kelahiran angkatan bersenjata Indonesia.
[6]
Karena saat itu di Indonesia terdapat
barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 1
5 Mei 1947,
Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara
Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan
pada tanggal 3 Juni 1947.
Perkembangan
Dari tahun 1950 hingga 1960-an
Republik Indonesia berjuang untuk mempertahankan persatuan negara terhadap pemberontakan lokal dan gerakan separatis di beberapa
provinsi. Dari tahun 1948 hingga 1962, TNI terlibat dalam perang lokal di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan melawan
Darul Islam/
Tentara Islam Indonesia (DI/TII), sebuah gerakan militan yang bertujuan mendirikan negara
Islam di Indonesia. TNI juga membantu menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan pada tahun 1963. Kolonel Bayu
Dari tahun 1961 sampai 1963, TNI terlibat dalam operasi militer untuk pengembalian
Irian Barat ke Indonesia, dari tahun 1962-1965 TNI terlibat dalam
Konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Indonesia mengembangkan hubungan baik dengan
Uni Soviet pada periode tahun 1961-1965. Uni Soviet memberikan 17 kapal untuk
Angkatan Laut Indonesia. Kapal terbesar yang diberikan adalah
kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan bobot mati 16.640 ton, sangat besar juga dibandingkan dengan kapal
korvet kelas Sigma yang hanya 1.600 ton. Indonesia memperoleh 12
kapal selam kelas Whiskey ditambah 2 kapal pendukung. Di
Angkatan Udara Indonesia memiliki lebih dari seratus pesawat militer, 20
supersonik MiG-21s, 10 supersonik
MiG-19, 49
MiG-17 dan 30
MiG-15.
Masa orde baru
Pada masa
Orde Baru, militer di Indonesia lebih sering disebut dengan
ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). ABRI adalah sebuah lembaga
yang terdiri dari unsur angkatan perang dan kepolisian negara (
Polri). Pada masa awal Orde Baru unsur angkatan perang disebut dengan
ADRI (Angkatan Darat Republik Indonesia),
ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan
AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia).
[7]
Namun sejak Oktober 1971 sebutan resmi angkatan perang dikembalikan
lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia, sehingga setiap angkatan sebut
dengan TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara.
[8]
Pada masa Orde Baru ketika
Presiden Soeharto
berkuasa, TNI ikut serta dalam dunia politik di Indonesia. Keterlibatan
militer dalam politik Indonesia adalah bagian dari penerapan konsep
Dwifungsi ABRI yang kelewat menyimpang dari konsep awalnya.
[9]
Pada masa ini banyak sekali orang-orang militer ditempatkan di berbagai
perusahaan dan instansi pemerintahan. Di lembaga legislatif, ABRI
mempunyai fraksi sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yang anggota-anggotanya diangkat dan tidak
melalui proses pemilu, disebut dengan Fraksi ABRI atau biasa disingkat
FABRI.
[10]
Dari tahun 1970 hingga tahun 1990-an militer Indonesia bekerja keras untuk menekan gerakan separatis bersenjata di provinsi
Aceh dan
Timor Timur.
Pada tahun 1991 terjadi Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur yang
menodai citra militer Indonesia secara internasional. Insiden ini
menyebabkan Amerika Serikat menghentikan dana IMET
(International Military Education and Training), yang mendukung pelatihan bagi militer Indonesia.
Era reformasi
Setelah
jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, gerakan demokratis dan sipil tumbuh
mengganti peran militer dalam keterlibatan politik di Indonesia. Sebagai
hasilnya, TNI pada masa ini telah mengalami reformasi tertentu, seperti
penghapusan Dwifungsi ABRI. Reformasi ini juga melibatkan penegak hukum
dalam masyarakat sipil umum, yang mempertanyakan posisi
polisi Indonesia di bawah payung
angkatan bersenjata. Reformasi ini menyebabkan pemisahan kepolisian dari militer. Pada tahun 2000,
Kepolisian Negara Republik Indonesia
secara resmi kembali berdiri sendiri dan merupakan sebuah entitas yang
terpisah dari militer. Nama resmi militer Indonesia juga berubah dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjadi kembali Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Di bentuklah 3 peraturan perundang-undangan
baru yaitu UU 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
UU no. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU 34 tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia. Calon Panglima TNI saat ini harus
diajukan Presiden dari Kepala Staf Angkatan untuk mendapat persetujuan
DPR. Hak politik TNI pun dihilangkan serta dwifungsi ABRI dihilangkan.
Tugas pokok TNI saat ini dapat berupa
operasi militer untuk perang atau operasi militer selain perang, yaitu untuk :
- mengatasi gerakan separatis bersenjata;
- mengatasi pemberontakan bersenjata;
- mengatasi aksi terorisme;
- mengamankan wilayah perbatasan;
- mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
- melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
- mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
- memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
- membantu tugas pemerintahan di daerah;
- membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas
keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
- membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
- membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
- membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
- membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
Militer Indonesia melanjutkan keterlibatan dan kontribusinya misi penjaga perdamaian PBB melalui
Kontingen Garuda. Setelah tahun 1999, pasukan Indonesia dikirim ke
Afrika sebagai bagian dari Misi PBB di
Republik Demokratik Kongo. TNI juga telah menjadi bagian dari
Pasukan Sementara PBB di Lebanon, UNAMID, UNSMIS,
MINUSTAH, UNISFA, UNMISS, UNMIL.
[11]
Setelah
darurat militer Aceh 2003-2004 &
tsunami Aceh tahun 2004, pemerintah
Amerika Serikat menghentikan
embargo
suku cadang yang telah berjalan terhadap senjata yang tidak mematikan
dan kendaraan militer, untuk mendukung upaya kemanusiaan di daerah yang
terkena dampak tsunami di
Aceh dan
Nias. Sejak itu,
Angkatan Udara Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk membeli lebih banyak pesawat angkut
C-130.
Pada tanggal 22 November 2005, Amerika Serikat mengumumkan bahwa
hubungan militer dengan Indonesia akan dipulihkan secara penuh.
Keputusan ini mengakhiri enam tahun larangan penjualan senjata Amerika
Serikat ke Indonesia.
[12]
Pada tahun 2009 dikeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2009
tentang pengambilalihan aktivitas bisnis TNI. Semua bisnis TNI akan
dikelola oleh sebuah badan khusus yang akan didirikan yang merupakan
amanat dari Undang Undang No.34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(TNI).
[13]
Doktrin
Pada masa TNI digabung dengan POLRI menggunakan doktrin
Catur Dharma Eka Karma yang disingkat dengan
CADEK.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses
reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan
doktrin
Catur menjadi
Tri setelah terpisahnya
POLRI dari
ABRI.
Berdasarkan Surat Keputusan
Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal
12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi
Tri Dharma Eka Karma yang disingkat dengan
TRIDEK.
[14]
Jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah (Pasal 2 UU TNI) :
- Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia;
- Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;
- Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas
demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan
golongan agama; dan
- Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik,
diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis,
dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara
yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia,
ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah
diratifikasi.
Organisasi
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia berada di bawah koordinasi dengan Presiden RI. Perwira paling senior di Mabes TNI,
Panglima TNI, adalah perwira tinggi berbintang empat dengan pangkat
Jenderal,
Laksamana atau
Marsekal memimpin TNI di bawah
Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden no. 10 tahun 2010 yang sudah diubah menjadi
Peraturan Presiden no. 62 tahun 2016, Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia terdiri atas
Unsur Pimpinan
Jabatan tertinggi di Tentara Nasional Indonesia adalah
Panglima Tentara Nasional Indonesia, yang biasanya dijabat oleh
Jenderal berbintang empat. Saat ini TNI dipimpin oleh
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang sudah menjabat sejak 8 Desember 2017 yang dilantik langsung oleh Presiden
Joko Widodo
(https://id.wikipedia.org/wiki/Tentara_Nasional_Indonesia)